Selasa, 29 Juni 2010

Kombat Kaji Ulang Pembentukan Kabupaten Bandung Timur (KBT)

Peta yang diwarnai merah muda dan hijau muda merupakan bakal wilayah Kabupaten Bandung Timur








Komite Pembentukan Kabupaten Bandung Timur (Kombat) akan melakukan kajian kembali terkait pemekaran Kab. Bandung menjadi Kab. Bandung Timur (KBT). Hasil kajian sebelumnya, KBT hanya mencakup 9 kecamatan. Saat ini ada wacana kecamatan yang masuk KBT menjadi 15 kecamatan.

Ketua Kombat, Dadang Supriatna kepada "GM", belum lama ini mengatakan, dalam perundang-undangan, pemekaran wilayah harus ada kajian ilmiah dari perguruan tinggi. "

Dulu konsorsium perguruan tinggi sudah melakukan pengkajian. Tapi dulu dalam pengkajian ini kecamatan yang masuk hanya 9 kecamatan. Karena sekarang yang masuk 15 kecamatan, maka harus dikaji ulang," jelasnya.

Ke-15 kecamatan yang rencananya masuk KBT, Kec. Bojongsoang, Ciparay, Majalaya, Paseh, Pacet, Ibun, Kertasari, Cikancung, Solokan Jeruk, Cicalengka, Nagreg, Rancaekek, Cileunyi, Cilengkrang, dan Cimenyan.

Sementara untuk pembentukan KBT, lanjut Dadang, justru bisa meningkatkan perekomonian masyarakat dan mempercepat pembangunan.

"Potensi di KBT sangat besar. Selain sektor pertanian, potensi lainya adalah industri dan pariwisata. Tidak itu saja, di KBT ada jalur penghubung antar daerah yang bisa mempercepat pembangunan perekonomian masyarakat," katanya.

Selain potensi bisa tergali, lanjut Dadang, pembentukan KBT bisa menjadi solusi mengatasi permasalahan yang selama ini tidak terpecahkan.

"Salah satu permasalah yang krusial, di antaranya banjir yang melanda Rancaekek dan sekitarnya, serta pencemaran limbah pabrik," ujarnya.

Dukungan dewan

Sementara itu, wacana pembentukan Kab. Bandung Timur yang telah bergulir sejak tahun 2004, mendapat dukungan dari sebagian anggota DPRD Kab. Bandung.

"Rencana dan keinginan dibentuknya wilayah KBT, saat ini mulai ramai dibicarakan," kata Anggota Komisi C DPRD Kab. Bandung, Aep Saepulloh kepada "GM" di Solokanjeruk, Sabtu (24/4 ).

Menurut Aep, sebagian besar anggota dewan dari Bandung Timur yang meliputi daerah pemilihan (Dapil) III, IV, V, dan VI menyetujui pembentukan KBT. "Hal itu disepakati melalui deklarasi saat melakukan kunjungan kerja di Yogyakarta pada 8 April lalu," katanya.

Aep mengatakan, pembentukan KBT meliputi Kec. Cileunyi, Bojongsoang, Cilengkrang dan Kec. Cimenyan (Dapil III), Rancaekek, Cicalengka, Nagreg, dan Kec. Cikancung (Dapil IV), Majalaya, Paseh, Ibun, dan Kec. Solokanjeruk (Dapil V), dan Baleendah, Ciparay,
dan Kec. Pacet (Dapil VI). (B.97/B.105)**

Sumber :
http://www.klik-galamedia.com/indexnews.php?wartakode=20100426092020&idkolom=tatarbandung
26 April 2010


Sumber Gambar:

Pintu Tol Cileunyi

http://id.tixik.com/image-91366.htm

Industri - Rancaekek, http://rawaituranca.blogspot.com/

Curug Cilengkrang - Cilengkrang, http://sites.google.com/site/blogfatah/curugcilengkrang

Perkebunan Teh - Kertasari, http://apdri.files.wordpress.com/2009/12/santosa-2-02.jpg

Pabrik Sarung - Majalaya, http://www.kompas.com/data/photo/2009/03/06/0600257p.jpg

Borondong Majalaya - Majalaya
http://kopralcepot.files.wordpress.com/2009/09/f01-borongdong-majalaya.jpg

Situ Cisanti - Kertasari, http://korawa2.files.wordpress.com/2009/06/situ-cisanti1.jpg

Peta Bandung Timur


View Larger Map

Cilengkrang : Mengemas Potensi Lokal Ke Akses Global


Potensi lokal Kecamatan Cilengkrang, cukup ”menggugah selera” stake holder, terlebih bagi pemerintah, investor, dan lembaga. Potensi lokal Cilengkrang, mencakup kandungan-kandungan sumber daya : alam, SDM, infratstruktur, sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, dan pemerintahan. Dan tak ketinggalan, juga semangat kebersamaan warga untuk mewujudkan “Repeh-Rapih-Kertaraharja” Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.

Peternakan, tercatat sebagai salah satu potensi lokal Cilengkrang yang sangat prospektif dari aspek bisnis. Sekitar 150 ribuan masyarakat mengelola sektor peternakan secara produktif, yang meliputi : 3.000-an sapi perah, 100-an sapi, 40-an kerbau, 100-an kambing, 1.700-an domba, 20-an kuda, 160 ribuan ayam, 100-an itik, 50-an kelinci, dan sebagainya.


Bio-gas Dan Bio-energy Listrik

Budidaya 3.000-an sapi perah menghasilkan susu segar alami yang dapat dinikmati masyarakat lokal. Limpahan susu segar alami ini, perlu ditopang dengan “sentuhan teknologi” bagi proses bisnis yang lebih “menggiurkan”. Antara lain, promosi melalui media elektronik (internet, facebook, blog, YM, dan sejenisnya), sehingga memiliki akses global bagi chanelling investasi sekaligus peningkatan performansi pemda.


Akses global menjadi urgent, berkaitan dengan telah dapat diolah

dan dimanfaatkannya limbah (kotoran) sapi menjadi bio-gas dan bio-energy (listrik) oleh masyarakat lokal Cilengkrang. Prestasi membanggakan ini, merupakan salah satu wujud nyata kepedulian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung melalui aplikasi teknologi tepat guna bagi kemaslahatan publik.

Sebelumnya, LIPI-Bandung juga telah memelopori Alat Pengukur Curah Hujan (APCH) secara online untuk pertama kalinya di Indonesia. Peneliti Inggris, bahkan meluangkan waktu untuk mengunjungi Cilengkrang karena menilai APCH online ini, perlu mendapatkan perhatian dan dukungan berbagai pihak, semata-mata untuk kepentingan publik.

Penyelenggaraan APCH online ini, merupakan wujud kerja sama yang harmonis antara LIPI-Bandung, Kecamatan Cilengkrang, Politeknik Pos Indonesia, dan RT-Net-Kapelima.com. Masing-masing mewakili dari unsur-unsur : Lembaga, Pemda, Dunia Pendidikan, dan Komunitas ICT warga Cilengkrang. Dari simpul inilah, kiranya, akses global dapat dikembangkan lebih intensif dan luas untuk mengemas potensi-potensi lokal Cilengkrang.


Potensi Perkebunan

Simpul kerja sama antara stake holders : pemerintah, lembaga, industri, masyarakat, mutlak diperlukan bagi realisasi dan pengembangan potensi lokal suatu wilayah, dimana pun. Sinergitas, integrasi, dan konvergensi antar stake holders, menjadi syarat utama yang pertama, bagaimana menciptakan value added terhadap produk-produk lokal.

Bentuk wilayah Cilengkrang yang didominasi oleh perbukitan (60 persen) dan pegunungan (40 persen) merupakan local natural resources bagi produk-produk yang memiliki karakteristik pada sektor agraris (pertanian dan perkebunan) dan sumber daya air.

Potensi lahan garapan sektor pertanian dan perkebunan di wilayah adminstratif Cilengkrang yang dapat digarap secara produktif, mencakup : persawahan (200 ha dengan produksi 1.000-an ton padi), jagung (160-an ha dengan produksi 600-an ton), ketela (160-an ha dengan produksi 1.500-an ton), kacang (30-an ha dengan produksi 70-an ton), cengkeh (10 ha), tembakau (30 ha), kelapa (12 ha), dan kopi (40 ha).

Jalinan dan metode sinergitas, integrasi, dan konvergensi antar stake holders (pemerintah, lembaga, industri, dan masyarakat), memerlukan ”terobosan” yang konstruktif agar potensi-potensi lokal memiliki value added yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan nilai tambah tersebut, dapat ditempuh melalui, antara lain, sertifikasi pelatihan-pelatihan dan penyuluhan-penyuluhan yang appicable (teknis) maupun implementable (social engineering).


Pendidikan Dan Infrastruktur ICT

Beberapa waktu yang lalu, training di bidang Information and Communication Technology dan Warung Masyarakat Informasi (ICT dan Warmasif), pernah diselenggarakan di Kecamatan Cilengkrang bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Politeknik Pos Indonesia (LPPM-Poltekpos).

Kerja sama ini merupakan penguatan terhadap infrastruktur ICT yang telah dibangun oleh Komunitas ICT Cilengkrang yang menghubungkan secara online antara Kecamatan dan enam (6) Desa yang tersebar di Cilengkrang. Pada tahap berikutnya, jaringan online ini dapat diperkaya dengan content-content lokal secara online di masing-masing wilayah administratif (Desa, RW, dan RT) sehingga dapat men-stimulir terwujudnya Desa Online (Tulisan : ”Meretas Konsep Desa Mendunia”, Pikiran Rakyat, 20/1/08).

Infrastruktur Desa Online, pada waktunya, akan dapat mewujudkan layanan publik, antara lain, berupa : KTP Online, Akta Kelahiran Online, Kartu Keluarga Online, SIM Online, PBB Online, tagihan listrik-telepon-air Online (SOPP, System Online Payment Point), industri kreatif (UKM ataupun UMPM), BMT-Online, dan sebagainya. Desa Online merupakan entry point utama bagi peningkatan karakter entrepreneurship warga dan kerja sama dengan pihak ketiga, seperti industri, investor, dan lembaga/instansi lain.

Desa Online di Cilengkrang adalah tampilan nyata dari semangat Community Access Point (CAP) yang digulirkan World Summit On Informations Society (WSIS, di Jenewa, 2003) dalam upaya mewujudkan Masyarakat Informasi Dunia yang berimplikasi pada peningkatan Human Index Development (HDI) melalui aspek-aspek pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

Oleh karena itu, ke depan, lembaga/sarana/prasarana pendidikan di Cilengkrang, merupakan ”kunci”, bagaimana strategi peningkatan pembangunan, khususnya bidang SDM, di Cilengkrang dilanjutkan secara sustain (berkesinambungan). Saat ini, Cilengkrang memiliki potensi pendidikan yang mencakup : 10 TK, 6 SDN, 12 SD Inpres, 1 SMPN, 2 SMP Swasta Umum, 1 SMP Swasta Islam, 1 SMU Swasta Umum, dan 1 SMU Swasta Islam. Sekolah-sekolah ini menampung sekitar 6.000-an siswa/i yang didukung oleh sekitar 240-an guru.


Kesehatan Dan Ekonomi Warga

Pembangunan dunia pendidikan, akan berdampak positif pada respon warga terhadap aspek-aspek kesehatan dan ekonomi. Fasilitas kesehatan di Cilengkrang disediakan oleh 1 puskesmas yang diawaki oleh 2 dokter, 3 perawat, dan 8 bidan, yang melayani sekitar 14.000-an kunjungan warga per semester.

Pada aspek ekonomi, di Cilengkrang terdapat beberapa badan usaha/hukum, yang meliputi koperasi dan industri. Koperasi-koperasi tersebut memiliki ruang lingkup usaha yang berbeda, yaitu 2 Koperasi Simpan-Pinjam, 1 KUD, 4 Koperasi Produksi, 3 Koperasi Konsumtif, dan 11 Koperasi yang melakukan usaha lain-lain. Sedangkan industri di Cilengkrang mencakup 3 industri (besar dan sedang), 40-an industri kecil, 15 industri rumah tangga, 100-an warung/rumah makan, dan 320-an perdagangan.

Seluruh potensi lokal Cilengkrang, perlu dikemas secara sinergi, integral, dan konvergen oleh stake holders berbasis otoritas management dalam upaya peningkatan akses global. Bandung, Mei 2010

Sumber :
Dhanang Widijawan, Warga Cilengkrang, dalam :
http://kec-cilengkrang.web.id/berita/13/97-cilengkrang-online-babak-kedua.html

Sumber Gambar:
Perumahan di Desa Jatiendah, Kecamatan Cilengkrang Bandung, Jawa Barat, terlihat semakin padat dan merayap menuju pebukitan, Selasa (5/1/2010). Toto Sihono.
http://citizenimages.kompas.com/system/files/imagecache/citizen_600x500/files/20100105TOTO_IMAGES1111.jpg

Cimenyan Ingin Jadi Sentra Bunga


Para petani di Kec. Cimenyan, Kab. Bandung, diharapkan mulai membudidayakan berbagai jenis bunga dan tanaman hias sehingga kecamatan tersebut bisa berkembang menjadi sentra tanaman hias.

"Setelah Cihideung-Lembang, menjadi bagian wilayah Bandung Barat, otomatis Kabupaten Bandung tak lagi memiliki sentra tanaman hias," kata Camat Cimenyan, Achmad Kosasih, saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (20/4).

Menurut dia, Kec. Cimenyan sebenarnya memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata. "Sekarang ini, di sini sudah ada Saung Mang Udjo, yang telah terkenal ke mancanegara," ujar Achmad Kosasih.

Selain melihat atraksi angklung di Saung Mang Udjo, di daerah tersebut juga ada galeri pelukis Jeihan. "Bahkan setiap hari Sabtu dan Minggu, ribuan pengunjung mendatangi daerah Caringin Tilu untuk menyaksikan keindahan Kota Bandung dari ketinggian," katanya.

Berdasarkan penghitungan yang dilakukan, rata-rata ada sekitar tiga ribu kendaraan roda dua maupun empat yang mendatangi Caringin Tilu pada malam minggu. Sementara itu, yang mendatangi kawasan Ciburial, masih di wilayah Kec. Cimenyan, sekitar 2.500 kendaraan.

"Kehadiran mereka bisa mendukung pengembangan wilayah Cimenyan sebagai daerah wisata yang lebih beragam. Termasuk pengembangan sentra tanaman hias seperti Cihideung," kata Achmad Kosasih.

Namun, dia mengakui, ada sejumlah kendala yang dihadapi untuk mewujudkan sentra tanaman hias. "Salah satunya, perlu mengubah kebiasaan petani yang selama ini menanam palawija," ujarnya.

Selain itu, katanya, upaya pelebaran jalan mengalami kendala, karena kebanyakan tanah-tanah di Cimenyan telah dimiliki orang-orang kota.

Untuk membangun WC umum bagi pengunjung ke Caringin Tilu, lanjut dia, sangat sulit mendapat izin dari pemilik lahan. "Padahal ini demi keindahan dan kebersihan, supaya pengunjung ke sana tak buang hajat sembarangan," ujarnya.

Ada beberapa akses jalan menuju Cimenyan, terutama Caringin Tilu. Para pengunjung dapat masuk dari Jln. Dago Pakar dan melalui Jln. Jatihandap. Apabila infrastruktur jalan tersebut dibenahi, tidak akan ada lagi kemacetan arus lalu lintas menuju ke kawasan itu.

Bentuk BPW

Sementara itu, untuk mengembangkan daerah Cimenyan sebagai daerah tujuan wisata, saat ini telah dibentuk BPW (Badan Pengembangan Wisata). "Pembentukan badan ini merupakan upaya pemberdayaan masyarakat Cimenyan di sektor wisata. Jangan sampai masyarakat di tempat tujuan wisata cuma jadi penonton atau sekadar menjadi tukang parkir dan mencuci piring," kata Achmad Kosasih.

Untuk itu, masyarakat harus dibekali kemampuan atau keahlian di bidang wisata. "Sebagai langkah awal, BPW bekerja sama dengan NHI, akan mendidik tiga puluh warga Ciburial dalam berbagai keterampilan, terutama mengelola kafe," kata Camat. Saat ini, di kawasan Ciburial sudah berdiri sejumlah kafe dan restoran. (A-72)***


Sumber:
Harian Pikiran Rakyat, Rabu 22 April 2009, dalam :
http://www.ahmadheryawan.com/lintas-kabupaten-kota/kabupaten-bandung/3205-cimenyan-ingin-jadi-sentra-bunga.html


Sumber Gambar:
http://kumaha-aing.com/?p=141

Kawasan Industri Cicalengka, Bandung Cemarkan Limbah B3

Kawasan industri di Cicalengka, Bandung perlu diwaspadai. Sebab, perusahaan-perusahaan di kawasan itu telah mengakibatkan pencemaran lingkungan. Kawasan sekitar menerima limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dari kawasan industri itu. Dampak pencemaran ini luar biasa. Sekitar 400 hektar area pesawahan tidak dapat ditanami lagi. Sungai-sungai juga telah tercemar beberapa logam berat dan menyebabkan ikan-ikan mati. Air tanah di kawasan industri Cicalengka juga diduga sudah tercemar logam berat, Merkuri dan Krom.

"Ada empat desa yang cukup rawan terkena dampak langsung. Yaitu Desa Linggar, Babakan Jawa, Bojong Loa, dan Jelegong. Areanya sekitar 400 Ha," ungkap Ketua Tim Kecil Penanganan Limbah Kawasan Industri Cicalengka, Yazid Salman, di Gedung DPRD Provinsi Jabar, Jl. Diponegoro, Bandung, Senin (30/5/2005). Menurut dia, akibat pencemaran tersebut, produksi pertanian di desa-desa tersebut melorot hingga 80%. Bahkan para petani juga enggan mengonsumsi hasil taninya sendiri. "Hasil penelitian dari IPB September 2004 di Rancaekek terdapat Merkuri.

Bau dari sungai dan air sawahnya juga minta ampun," kata dia sambil geleng-geleng kepala. Rencananya, Tim kecil yang terdiri dari anggota komisi A,B dan D DPRD Provinsi Jawa Barat itu akan membentuk panitia khusus untuk menyelidiki tingkat kerawanan pencemaran lingkungan di kawasan Industri Cicalengka itu. Saat ini, kata dia, ada sekitar 80 perusahaan besar yang beroperasi. Rata-rata perusahaan tersebut membuang limbahnya ke sungai.

Dari data buang limbah saat ini di Cicalengka terungkap sebanyak 220 ton limbah berasal dari limbah domestik dan 40 ton limbah industri. Dan rata-rata limbah itu dibuang melalui air sungai yang hilirnya menuju Sungai Citarum. Selain itu juga, perusahaan yang rata-rata bergerak di bidang garmen itu telah menyalahgunakan pengelolaan air. Perusahaan-perusahaan itu mengambil air langsung dari dalam tanah. Terbanyak dimiliki oleh Perusahaan Kahatex sebanyak 33 air sumur. Yazin mengaku hal ini memang harus diketahui publik, meski dirinya sering mendapatkan teror.

"Kondisinya sudah sangat rawan. Saya juga sudah mendapat ancaman teror melalui telepon agar tak mengungkapkan kejadian ini," ungkapnya. Menurut dia, secara kasat mata perubahan akibat pencemaran tersebut juga dapat dilihat. Salah satu, antara lain, jalur tol Rancaekek-Cicalengka sudah terjadi amblasan sedalam 4 meter. Wah, wah! (asy/)


Sumber :
Ahmad Yunus - detikNews
http://www.detiknews.com/read/2005/05/30/180754/371403/10/kawasan-industri-cicalengka-bandung-cemarkan-limbah-b3
30 Mei 2005

Curug Cindulang Cicalengka

Jalur Nagreg Akan Dilengkapi Terowongan

Departemen Pekerjaan Umum akan membangun terowongan guna mengatasi kecuraman tanjakan di jalur Lingkar Nagreg sekaligus solusi penuntasan jalur baru di kawasan itu.

"Akan dibangun terowongan di jalur Nagreg untuk mengatasi kecuraman tanjakan di sana, tak bisa dipaksakan melalui jalur normal karena kecuramannya tidak ideal," kata Menteri Pekerjaan Umum Joko Kirmanto di sela-sela kuliah umum di Pusat Pendidikan Teknologi PU di Cicaheum, Kota Bandung, Senin (27/7).

Menurut Joko, pembuatan terowongan di jalur itu akan menjadikan jalur Lingkar Nagreg menjadi ideal, apalagi terowongan tersebut akan diberlakukan dua lajur.

Ia menyebutkan, kemiringan tanjakan idealnya hanya enam persen untuk jarak 200 meter. Namun, yang ada di kawasan Nagreg lebih dari enam persen.

"Kita sudah rancang terowongan itu dan dibuatkan ’feasibility study’ (FS) untuk ruasnya, anggarannya kita lihat saja nanti. Yang jelas jalur itu butuh terowongan untuk mengatasi kecuraman tanjakan di sana," kata Joko.

Proses pembuatan terowongan akan dilakukan dengan menembus beberapa ruas jalur sehingga mendapatkan kemiringan yang ideal. Sejauh ini belum jelas berapa meter panjang terowongan itu, sedangkan panjang ruas jalur Nagreg sekitar 6,1 kilometer.

Sementara itu, Kepala Balai Pembinaan Konstruksi dan SDM Sumaryanto Hidayatin menyebutkan pembuatan terowongan di Nagreg merupakan sebuah kebutuhan untuk mengatasi masalah lalu lintas di kawasan itu.

"Geografis di sana bergunung-gunung, banyak tanjakan curam di sana sehingga perlu diatasi dengan terowongan," kata Sumaryanto.

Terkait anggaran yang diperlukan, kata dia, masih dalam penghitungan. Namun, ia memperkirakan proyek itu akan tuntas dalam tiga tahun anggaran.

"Pembuatan terowongan untuk mengatasi kecuraman tanjakan juga dilakukan di kawasan Sumatera. Dengan geografis yang sama dengan Nagreg, diperlukan terowongan," kata Kapala Balai Pembinaan Konstruksi dan SDM Departemen PU itu.

Untuk memperkokoh tebing-tebing yang tinggi di sekitar kawasan Nagreg dan Lingkar Nagreg, wilayah itu akan ditanami dengan rumput vetiveria atau sejenis akar wangi.

"Rumput itu bisa menyerap air dan bisa memperkokoh tebing. Rumput itu didatangkan oleh Belanda dari India pada masa penjajahan dulu," kata Sumaryanto. Rumput jenis itu pula yang ditanam di sepanjang ruas Tol Cipularang.

Penulis: WSN Sumber : Ant


Sumber :
http://regional.kompas.com/read/2009/07/27/13531068/Jalur.Nagreg.akan.Dilengkapi.Terowongan....
27 Juli 2009

Kebun Warga Penyebab Banjir Lumpur


Sebagai lokasi hulu Sungai Citarum, wilayah Kec. Kertasari, Kab. Bandung, kerap "disalahkan" sebagai penyebab banjir di sejumlah daerah, seperti di Kec. Baleendah, Banjaran, dan Kec. Majalaya.

"Padahal, tak selamanya dugaan itu benar. Saya pernah mengecek, saat daerah-daerah tersebut banjir, ternyata di Kertasari tidak turun hujan sama sekali," kata Camat Kertasari Ma’sum. Pernyataan tersebut diungkapkan Ma’sum di depan peserta "Ngamumule Leuweung jeung Walungan" yang diselenggarakan Perum Perhutani di Situ Cisanti, Rabu (13/5).

Menurut Ma’sum, Kertasari pun kerap mengalami bencana banjir. Setiap hujan deras turun, Jalan Kertasari tak pernah luput dari terjangan banjir sehingga menghambat lalu lintas kendaraan yang melewatinya.

Banjir lumpur

Jalan Kertasari yang berstatus jalan kabupaten itu, saat ini dalam kondisi rusak parah. Sebagian jalan masih bermaterikan batu-batu besar yang belum tertutup aspal. Kondisi demikian semakin parah saat hujan deras mengguyur. Sebab, setelah hujan reda, lumpur cukup tebal menggenangi badan jalan yang membuatnya menjadi sangat licin untuk dilalui. Jalan yang tertutup lumpur itu mulai dari Desa Sukapura sampai ke Desa Santosa.

Menurut Ma’sum, lumpur tersebut berasal dari areal perkebunan warga yang berada di pinggir jalan. "Saat hujan turun, tanah yang ada di kebun tersebut terbawa air hingga melimpas ke jalan," katanya.

Peningkatan jumlah penduduk di Kertasari yang tidak diimbangi penambahan luas areal tanam, membuat warga yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani, terpaksa memanfaatkan lahan yang ada. Lahan tersebut ditanami beraneka macam sayuran dan komoditas pangan lainnya.

Administratur/Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan Perum Perhutani Lies Bahunta mengharapkan agar permasalahan itu dapat segera diatasi. Sebab berkebun di lereng-lereng seperti itu sangat rawan erosi. "Lumpur yang terbawa pun ujung-ujungnya akan masuk ke Sungai Citarum," katanya.

Namun, hingga saat ini solusi untuk permasalahan tersebut masih terus dicari. Keputusan tidak bisa diambil secara gegabah karena kebun itu berada di luar kawasan Perhutani. (A-184) ***


Sumber:
Pikiran Rakyat, 15 Mei 2009, dalam :
http://www.perumperhutani.com/index.php?option=com_content&task=view&id=936

Bukan Penjarah Hutan


Desa Tarumajaya dan Desa Cibereum adalah dua desa di Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, yang wilayahnya berada di sekitar wilayah kerja Unit III Perhutani dan PTPN VIII di Jawa Barat. Banjir lumpur atau banjir bandang yang sering kali datang saat musim penghujan tiba di Kecamatan Kertasari dan sekitarnya selalu ditimpakan kepada penduduk dua desa tersebut sebagai penyebabnya. Padahal menurut beberapa pengakuan masyarakat setempat, karena wilayah hutan lindung tersebut jauh dari pengelolaan yang baik dari pihak yang berwenang, Perhutani.

“Urang mah asli di diyeu’, urang hirup ti leuweng masa nyari hirup ka laut, usaha tani teh keur tiasa. Urang sadayana hirup di diyeu’ teu’ ngarep banjir. Urang bukan penjarah. Lamun urang, orang Korea masuk di diyeu’ ya sebut penjarah (Saya asli sini, saya hidup di hutan tak mungkin mencari penghidupan ke laut, usaha tani sudah biasa di sini. Semua orang di sini tidak mengharap datangnya banjir. Saya bukan penjarah. Kalau saya orang Korea datang ke sini baru disebut penjarah-red),” tukas Dadang, sesepuh masyarakat pegiat MPSA (Masyarakat Peduli Sumberdaya Air) di Desa Cibereum, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung di kediamannya (6/5).

Dadang dengan beberapa orang lainnya anggota MPSA sudah mengelola lahan-lahan kritis yang HGU-nya habis dari PTPN VIII. Sejak 1982 sekitar 200 orang MPSA mengelola seluas 83 hektar lahan bekas PTPN VIII di Cibereum. Bahkan berkat perjuangan masyarakat sekitar Kawasan Lindung Hulu Citarum ini sedari tahun 1982, ada beberapa lahan bekas HGU PTPN VIII berhasil diusulkan mendapat sertifikat hak milik perorangan untuk pemukiman.

Selain Dadang, Dede Jauhari anggota lain MPSA juga memamparkan beberapa upaya penyelamatan kawasan resapan air Hulu Citarum yang dilakukan secara mandiri oleh masyarakat. Sebanyak 3.000 kolam resapan air dibangun secara mandiri oleh para anggota MPSA yang mencapai hingga 1000 orang anggota. Selain kolam resapan, MPSA sempat mengupayakan penghijauan secara mandiri, yaitu dengan menanami 80 hektar lahan kritis bekas HGU PTPN VIII dengan 30.000 bibit eukaliptus (pohon minyak kayu putih), dari 30.000 yang ditanam hidup dan tumbuh saat ini mencapai 15.000 batang eukaliptus.

“Sering kami disebut penyebab banjir lumpur di Kertasari. Tapi mereka tidak liat, petugas Perhutani yang berwenang saja jarang sekali memantau wilayahnya. Dan saat ada kehilangan patok-patok batas areal Perhutani dengan wilayah masyarakat dan bekas HGU PTPN VIII, masyarakat yang dituduh memindahkan. Padahal patoknya dibenton,” keluh Dede tentang adanya tuduhan Perhutani kepada masyarakat sebagai pemindah patok batas lahannya.

Untuk mendukung upaya pertanian hortikultara masyarakat yang bergabung dalam Kelompok Tani Desa Cibereum dan MPSA yang sebagaian besar mengupayakan usaha pertanian hortikultura kubis, bawang daun, jagung, kentang, tomat dan teh, masyarakat dua desa di Kecamatan Kertasari ini membuat beberapa pusat pembuatan pupuk kandang. Pupuk kandang diolah dari kotoran ternak sapi perah yang banyak diusahakan oleh masyarakat Kertasari, bahkan tersedia juga Koperasi Peternak Susu Sapi Bandung Selatan sebagai penampung susu (milk treatment) dari peternakan sapi perah rakyat di Kertasari.

“Kumaha teh pengawas Perhutani, manenah digaji urang suruh ngawas patok, sesekali ka diyeu’ ti Bandung. Pernah urang ditanya, Kang tau patok Perhutani hilang? Ku urang dijawab, teu nyahok pan urang teu’ nanem patok di diyeu’ (Bagaimana orang pengawas Perhutani itu, dia digaji untuk mengawasi patok batas, kami masyarakat yang disuruh mengawasi patoknya, dia hanya sesekali datang dari Bandung. Pernah saya ditanya, Kang tau patok Perhutani hilang? Saya jawab tidak tau, saya tidak menanam patok di
sini-red),” kelakar Dadang tentang pengawasan patok batas areal Perhutani yang hanya sesekali dilakukan oleh petugasnya yang berkantor di Bandung.


Sumber :
http://kpshk.org/index.php/berita/read/2010/05/10/942/bukan-penjarah-hutan.kpshk


Sumber Gambar:
http://apdri.wordpress.com/2009/12/21/santosa-arjuna-samudra-bagian-1/

Pesona Pagi di Kawah Kamojang


Sabtu akhir Desember 2008 itu adalah salah satu jadwal outing Sekolah Bumi, sebutan kami untuk program homeschooling anak-anak kami. Kali ini kami memilih Kawah Kamojang, Jawa Barat, yang kabarnya memiliki kawah aktif dan sekaligus instalasi pembangkit listrik. Dari Internet, kami mendapat info dua alternatif jalur untuk mencapai Kamojang dari Bandung. Pertama, jalur Garut yang memutar lebih jauh (sekitar 100 kilometer) tapi landai dan kedua adalah jalur Majalaya yang lebih dekat (sekitar 35 kilometer) tapi lebih curam. Kami memutuskan mencoba lewat Majalaya.

Berangkat pukul 13.00 WIB, jalur Bandung-Majalaya kami tempuh dengan cukup cepat, karena jalanan relatif lengang dan mulus. Di Majalaya, jalanan mendadak sontak berubah menjadi rusak, penuh lubang dan semrawut. Untuk menemukan jalan menuju Kamojang, kami harus beberapa kali bertanya karena tak ada satu pun papan penunjuk jalan.

"Tuh, ke arah gunung yang gelap sana!" jawab Mang Becak, yang kami tanyai, sambil menunjuk ke arah bayangan pegunungan yang dikungkung awan kumulonimbus yang gelap. Dengan hati sedikit bergetar kami pun mengarahkan mobil ke jalan yang ditunjukkan.

Jalur sulit mulai terasa selepas Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung. Jalan aspal sempit menanjak curam yang menembus hutan membuat mesin mobil kami meraung memeras tenaga. Hujan rintik-rintik yang turun sejak siang menambah licin jalan. Medan semakin sulit ketika lubang aspal menganga di sana-sini. Batuan kerikil yang terlepas dari aspal membuat roda terkadang selip dan membelokkan arah kemudi mobil.

Adrenalin semakin terpompa ketika dua kali mobil gagal mendaki kecuraman jalan karena selip di tengah-tengah tanjakan panjang, akibat licin dan rusaknya jalan. Sementara itu, jurang dan lembah bergantian menggiring kami dari sisi jalan. Terpaksa sang istri turun dan memandu arah mobil dari ujung tanjakan. Dua tanjakan curam terakhir sebelum masuk ke kawasan Kamojang membuat kami merasa menjadi off-roader dadakan. Hanya, perasaan ini langsung menguap ketika menyaksikan sopir lokal mengemudikan mobil bak terbuka dengan santai, meniti tanjakan maut itu dan berlalu melewati kami.

Lolos dari tanjakan "maut" yang dikenal sebagai Tanjakan Monteng, jalanan relatif datar dan lebih mulus. Rupanya kami sudah memasuki kawasan Kamojang. Instalasi pipa-pipa keperakan terlihat membujur di samping jalan. Bangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi yang dioperasikan PT Indonesia Power itu menjadi gerbang masuk ke kawasan wisata Kawah Kamojang. Instalasi yang tak menyatu dengan alam sekitarnya ini seperti kaku dan tak menyambut ramah kedatangan kami.

Setelah membayar karcis di gerbang masuk, kami pun melaju menembus hutan tropis Kamojang. Tak lama berselang, di kiri jalan terhampar danau dengan asap yang mengepul dari permukaannya. Rupanya inilah Kawah Manuk, satu dari 40 kawah yang tersebar di kawasan Kamojang. Di sebelahnya, asap mengepul Kawah Berecek mengantar kami menuju pelataran parkir.

Sesampai di pelataran parkir Kamojang, suasana sore mulai turun. Asap fumarol masih terlihat mengepul kelabu di sela-sela pepohonan jamuju, saninten, dan puspa yang menjulang di perbukitan depan kami. Kami memutuskan bermalam agar dapat menjelajahi kawasan ini keesokan harinya. Guest house satu-satunya di tempat itu sudah terisi, maka kabin tengah mobil pun disulap menjadi tempat tidur yang cukup nyaman bagi kami berlima.

Menjelang magrib, pelataran parkir pun dengan cepat gelap dan warung-warung mulai menyalakan lampu petromaks. Tebersit pertanyaan, di tempat yang berjarak hanya sekitar 1 kilometer dari pembangkit listrik berkapasitas 375 MW itu, tak satu watt pun listrik yang mengalir, bahkan sekadar untuk menerangi warung-warung dan musala. Maka malam itu pun kami lalui ditemani pancaran sinar petromaks warung. Sejenak kami merasa berada di tempat yang terpencil dan jauh dari peradaban.

Ketika fajar menyingsing, Kamojang menggeliat bangun dan memamerkan kecantikannya. Sinar matahari pagi yang berhasil lolos menembus asap fumarol dan pepohonan pinus di punggung Gunung Guntur menyajikan permainan garis-garis cahaya yang menakjubkan. Kami bergegas bangun dan sarapan. Tak sabar, anak-anak sudah lari melesat menuju kawah terdekat meninggalkan kedua orang tuanya.

Kawah pertama yang kami datangi adalah Kawah Sakarat dengan endapan sulfur yang mengeluarkan gas. Asap mengepul dari celah-celah endapan membiaskan cahaya matahari pagi dan menyajikan atraksi warna-warni yang menarik. Terkadang asap berwarna kehijauan, lalu berubah kebiruan, kemudian kembali putih. Pemandangan elok ini sepertinya hanya dapat kami saksikan di pagi hari. Mungkin inilah rahasia asal-usul nama Kamojang, yang konon berarti "wanita paling cantik".

Kawah Kamojang adalah kawasan cagar alam dan wisata di ketinggian sekitar 1.730 meter di atas permukaan laut di punggung Gunung Guntur. Di sini dapat ditemukan fumarol, kawah lumpur, danau panas, dan asap yang muncul dari rekahan tanah. Ia digolongkan sebagai gunung tipe strato dan terakhir meletus di zaman Plistosen.

Di Kawah Sakarat ada beberapa "kawah mini" berupa endapan lumpur sulfat berdiameter sekitar 30 sentimeter, yang mengeluarkan gelembung-gelembung seperti mendidih. Di sini anak-anak mengumpulkan contoh batuan sulfur yang berwarna putih kebiruan untuk dibawa pulang. Sementara itu, Nanda, anak tertua, berusaha menangkap asap gas dengan botol air mineral di kawah yang lain.

Tak jauh kami melihat semburan asap panas Kawah Kereta Api membubung ke atas sekitar 20 meter tingginya dan mengeluarkan suara menderu yang sangat keras. Kawah ini sebenarnya adalah sumur gas bumi sedalam 60 meter yang dibuat oleh Belanda pada 1928. Asap panasnya menyembur dengan tekanan 2,5 bar dengan kapasitas 2-3 ton per jam. Kami tergetar melihat aksi sumur geotermal ini. Betapa panas bumi ini berpuluh tahun telah memompa energi dengan suhu mencapai 140 derajat Celsius tanpa henti. Dari sisi barat kawah, kami menyaksikan sinar matahari pagi yang membias dan berpendar indah di kepulan gas yang menyembur itu.

Perjalanan kami berlanjut menuju kawah berikutnya, yaitu Kawah Hujan. Berbeda dengan kawah-kawah sebelumnya, kawah ini berupa uap air dan gas sulfur yang terlihat mengepul dari sela-sela batuan vulkanik. Kawah ini menjadi tempat favorit pengunjung untuk merasakan mandi uap. Semburan gas yang lembap dan cukup panas dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit kulit.

Sambil menapaki jalan tanah dengan pepohonan hutan hujan tropis di sekelilingnya, kami memompa udara pagi yang segar hingga memenuhi paru-paru. Di vegetasi yang masih terjaga ini, kami menemukan berbagai pepohonan tegak, dikelilingi tumbuhan semak cantigi dan digayuti berbagai tumbuhan merambat, seperti rotan, seseureuhan, dan pungpurutan. Benalu dan jamur dapat kita temukan sedang mengisap batang-batang pohon yang telah tumbang. Sayang, kami tak menjumpai satwa selain kadal dan ular. Padahal di sini adalah habitat bagi babi hutan, kijang, trenggiling, lutung, dan berbagai jenis burung.

Di samping Kawah Cibuleran, kami menemukan sungai berair hangat dan dibendung dengan sekadarnya. Spontan anak-anak langsung mencebur dan berendam di kehangatan airnya. Lumayan sebagai pengganti mandi pagi yang tak sempat dilakukan. Di dekat sungai ini ada pondok-pondok bambu reot tak terurus, yang tadinya dimaksudkan sebagai tempat berganti pakaian. Pengunjung yang ingin berendam di sungai ini diharuskan memakai baju tertutup.

Puas berendam, kami melanjutkan trekking menyusuri jalan tanah di tengah hutan. Melintasi area yang sedang direboisasi dengan pohon mara, rasamala, dan lain-lain, jalan yang kami susuri berujung kembali ke Kawah Manuk dan Kawah Berecek. Dari sini, kami kembali ke pelataran parkir. Wajah-wajah segar dan gembira anak-anak pun menjadi oleh-oleh yang kami bawa ke Bandung.

Sebenarnya Kawah Kamojang sangat berpotensi menjadi wisata geotermal yang lebih edukatif dan atraktif. Informasi ilmiah tentang berbagai fenomena alam dapat disajikan dengan bahasa populer dan dipajang di tempat-tempat strategis. Keberadaan pemandu yang terlatih dapat menjadi alternatif.

Bahkan pada malam hari pun kawah-kawah ini bisa menjadi ajang atraksi. Dengan menyorotkan lampu-lampu ke kepulan asap di setiap kawah, sensasi visual yang mengagumkan akan dapat dinikmati. Dengan demikian, Kawah Kamojang dapat dikunjungi siang dan malam. Tentu dengan menambahkan sarana akomodasi yang lebih layak. Soal dana, rasanya Pertamina dan operator PLTG yang sudah mengeruk keuntungan dari kekayaan alam ini tak akan pelit menyisihkan sumbangan untuk itu. Dan pesona pagi di Kawah Kamojang pun akan semakin banyak menarik pengagumnya.


MURSID WIJANARKO, PENIKMAT PERJALANAN, TINGGAL DI BANDUNG

Sumber :
http://www.tempointeraktif.com/hg/perjalanan/2009/01/26/brk,20090126-156961,id.html
26 Januari 2009

Mandi Sauna Alami di Kamojang

Kamojang termasuk wilayah Kecamatan Ibun, Kab Bandung.


View Larger Map

Mandi sauna di rumah kecantikan atau hotel berbintang adalah hal yang biasa. Selain itu, hanya orang-orang berkocek tebal yang selama ini dapat menikmati fasilitas sauna di rumah kecantikan maupun hotel berbintang. Maklum, biaya untuk mandi sauna di tempat-tempat itu memang tidak murah.

Maka jika Anda ingin menikmati mandi sauna yang alami dan murah, datang saja ke kawasan Kamojang. Di sana pengunjung dapat mandi sauna secara alami di Kawah Hujan. Hangatnya uap yang menyembul dari balik bebatuan dan gemericik air patut dinikmati.

Kawasan Kamojang terletak di kaki Gunung Guntur. Secara administratif, kawasan Kamojang berada di wilayah Kabupaten Bandung. Untuk menuju kawasan ini dapat ditempuh melalui Majalaya, Kabupaten Bandung, serta Kota Garut.

Jarak tempuh paling dekat memang melalui Majalaya, hanya sekitar 14 km. Sementara jika dari Garut jarak tempuhnya 26 km. Namun jarak Bandung ke Garut sekitar 60 km. Dengan demikian jarak tempuh ke Kamojang melalui Garut lebih jauh dibandingkan apabila lewat Majalaya. Hanya saja dari segi medan tempuhnya, ke Kamojang melalui Garut relatif lebih mudah. Jalannya memang sudah beraspal serta berliku-liku. 

Namun sepanjang jalan menuju Kamojang jika melalui Garut tidak terlalu terjal. Berbeda halnya jika melalui Majalaya. “Kapok saya lewat Majalaya. Jalannya turun naik dan terjal,” kata pengunjung Kamojang bernama Hilman Hidayat. Terjalnya jalur Majalaya-Kamojang hanya mampu ditaklukkan oleh mobil jenis 4x4. Itu pun harus didukung oleh kemampuan pengemudinya yang sudah hafal medan.

Kawasan Kamojang sendiri konon memiliki legenda. Menurut pawang penunggu di Kawah Hujan, Koko, Kamojang berasal dari kata mojang yang cantik. Ceritanya, di kawasan ini pernah hidup seorang perempuan yang kecantikannya begitu kesohor di Tatar Sunda.

Legenda ini kemudian terus berkembang. Hingga kemudian kawasan ini dinamakan sebagai Kamojang. Mojang cantik itu, disebutkan Koko masih kerap menampakkan diri di kawasan ini. 
Di kawasan Kamojang terdapat belasan kawah. Di antaranya Kawah Hujan, Kawah Kereta Api, Kawah Nirwana, Kawah Manuk, Kawah Cibuliran, serta Kawah Kamojang. Kawah yang paling banyak dikunjungi adalah Kawah Hujan dan Kawah Kereta Api.

Kawah Kereta Api menarik untuk dikunjungi karena bunyi kawahnya mirip suara lokomotif kereta api. Selain itu, uap yang mencuat dari permukaan tanah memiliki tekanan yang luar biasa yang mampu melontarkan benda-benda tertentu seperti gelas air mineral.


Kawah Hujan

Sementara di Kawah Hujan, pengunjung bisa mandi sauna sepuasnya. Suhu air yang mengalir di kawah ini mencapai 115 derajat Celcius. Sangat panas hingga menimbulkan uap. Air ini kemudian menyembur ke udara sekitar. 

Itulah sebabnya kawah ini dinamai Kawah Hujan. Menariknya, ketika menyembur ke udara seperti hujan gerimis, air tersebut sama sekali tidak panas. Air yang menyiprat ke udara tetap terasa dingin seperti laiknya air pegunungan.

Dibandingkan mandi sauna di hotel berbintang, jelas fasilitas di Kawah Hujan kalah jauh. Mandi sauna di Kawah Hujan dilakukan di tempat terbuka dan sembari berdiri di atas bebatuan. Tidak ada sekat pemisah. Fasilitas di sana memang masih seadanya. “Dulu malah tidak ada orang yang bisa masuk ke Kawah Hujan karena kondisinya mirip kubangan lumpur,” papar Koko. 
Baru beberapa tahun belakangan ini kondisi Kawah Hujan diperbaiki. Meski tetap terkesan seadanya, toh perbaikan yang dilakukan memberi kemudahan bagi siapa saja untuk masuk ke Kawah Hujan.

Uap yang keluar dari air mendidih mengaliri sekitar kawah, menyegarkan tubuh. Konon, uap ini tak cuma bagus untuk kesegaran tubuh, tetapi juga manjur untuk mengobati penyakit tertentu. Koko menyebutkan beberapa pengunjung yang menderita stroke, penyakit jantung, influenza serta penyakit kulit, mandi di Kawah Hujan. Setelah datang selama enam kali, keluhan sakit mereka berkurang. Bahkan ada yang sembuh total.

Bagi pengunjung yang datang dengan tujuan berobat, Koko menyarankan supaya mandi sauna minimal selama 15 menit. Jika pengunjung menginginkan uap air terus menerpa sekujur tubuh, maka Koko bisa mengarahkan uap tersebut.

Benar saja. Di depan SH, lelaki berumur 61 tahun ini memeragakan kemampuannya mengarahkan uap air.  Uang ini berkumpul lalu menuju ke arah tubuh pengunjung yang ditunjuk oleh Koko. Untuk kemampuannya ini Koko mengaku tidak memasang tarif. Menurut Koko, Kawah Hujan memang belum dikunjungi banyak wisatawan. “Yang datang ke Kawah Hujan rata-rata dengan tujuan untuk berobat,” ujar Koko. Lokasi geografis memang menjadi salah satu penyebab belum terjamahnya Kamojang oleh hingar bingar pariwisata.

Uap dari panas bumi yang keluar dari Kamojang ini dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik geothermal yang dikelola oleh Indonesia Power. Letak pembangkit ini sendiri berdekatan dengan kawah yang ada di kawasan Kamojang.

Mandi sauna di Kawah Hujan Kamojang memang murah. Cukup dengan membayar Rp 2.000/orang, pengunjung bisa mandi sauna sepuasnya. Keindahan dan kesejukan panorama alamnya pasti membuat pengunjung betah berlama-lama di sana.

Bagi Anda yang sudah bosan mandi sauna di rumah kecantikan atau hotel berbintang, tampaknya perlu mencoba suasana baru mandi sauna secara alami. Datang saja ke Kamojang. Dijamin Anda tak perlu merogoh kocek dalam-dalam untuk menyegarkan tubuh dari kepenatan. (*)


Sumber :

Didit B Ernanto

http://www.sinarharapan.co.id/feature/wisata/2005/0915/wis01.html




Lebaran dengan Sarung Majalaya

DI kalangan bandar sarung Pasar Tanah Abang (Jakarta) dan Pasar Turi (Surabaya), kata "made in Majalaya" sangat akrab di telinga. Sejak 1960-an, istilah itu berarti sarung kelas ekonomi menengah ke bawah. Dari Majalaya -kota kecil 22 km sebelah tenggara kota Bandung- itu, setiap harinya ribuan kodi sarung tenun dibongkar di pasar grosir tadi.

Ciri-ciri sarung Majalaya mudah dikenali. Motifnya monoton kotak-kotak atau perpaduan lurik horisontal-vertikal, serat benangnya sedikit kasar. Acapkali pintalan dan rajutannya sedikit renggang dan mudah berbulu.

Pantas harganya lebih murah ketimbang sarung Pekalongan yang terkenal halus karena dibuat dengan teknologi canggih. Secara grosiran sarung Majalaya rata-rata harganya sekitar Rp 8.000-Rp 10.000/lembar. Untuk menyalurkan bantuan sosial kepada korban bencana, instansi pemerintah biasa mengambil sarung Majalaya sebagai pengisi paket.

Tetapi pada Ramadhan hingga Lebaran dan Lebaran Haji, order akan sarung Majalaya dari berbagai kota di Indonesia terus mengalir, bahkan sejak tiga bulan sebelumnya. Bagi sekitar 100 pengusaha tenun sarung di Majalaya, hal itu membuka secercah harapan menyambung hidup. Selama ini mereka megap-megap diterpa badai krisis ekonomi.

Haji Achmad (37) misalnya, sejak Oktober lalu meningkatkan produksi dari 280 menjadi 1.400 kodi/bulan. Lonjakan order membuat di hari libur pun tetap terdengar hiruk-pikuk suara 90 mesin tenun miliknya yang ditangani 70 pekerja. Hal sama terjadi pada pabrik tenun milik Haji Usep R (40). Produksi mereka langsung disambar bandar sarung dari berbagai kota, diangkut mobil boks begitu selesai dikemas.

Pasar Tanah Abang menjadi terminal distribusi sarung Majalaya buat kota-kota di Indonesia Barat, seperti Palembang, Padang, Medan, dan Banda Aceh. Sedangkan Pasar Turi Surabaya, mendistribusikan sarung Majalaya untuk kota-kota di Indonesia Timur, seperti Ujungpandang, Gorontalo dan Ambon.

Bahkan, ketika dollar masih menembus kisaran Rp 12.000, pedagang dari Filipina, Nigeria (Afrika), dan Banglades sering memborong sarung Majalaya dari kedua pasar itu.
***

UMUMNYA pengusaha tenun sarung Majalaya saat ini adalah generasi kedua dan ketiga yang mewarisi usaha orangtua. Sayangnya mesin-mesin warisan mereka tidak mengikuti zaman teknologi canggih karena masih mengandalkan tenaga manual. Setiap mesin dioperasikan seorang pekerja, sehingga tidak efisien dan rapi.

Terlepas dari istilah rezeki musiman, peningkatan order pada Ramadhan ini punya arti tersendiri bagi usaha rakyat berskala kecil yang tersisa di Majalaya. Paling tidak, untuk sementara waktu, industri tenun tradisional itu pelan-pelan menggeliat lagi.

Seakan mendapat suntikan energi baru, suara mesin tenun tak lagi selirih tiga-empat bulan yang lalu. Pekerja yang dirumahkan lantaran krisis ekonomi, dipekerjakan lagi. Mereka dibayar tidak terlalu jauh dari standar UMR Jabar yang sebesar Rp 7.200 per hari.

Puluhan pabrik tenun yang selama ini hanya mempertahankan hidup dengan mengerjakan pesanan rajutan karung tepung terigu, ikut-ikutan menyisihkan sebagian waktunya untuk membuat sarung. "Sayang kalau momen Ramadhan terlewatkan tanpa sarung," ujar Yayat (42), pemilik pabrik tenun yang biasa merajut maklun, karung tepung terigu.

Di samping kelihaian sendiri, pengusaha tesktil kerap meraih order berkat kemitraan Koperasi Pengusaha Pertekstilan (Koppertek) dengan pihak luar. Begitu pula dalam urusan pengadaan bahan baku benang. Lewat koperasi dan bandar-bandar benang di Majalaya, para pengusaha sarung tidak terlalu sulit mendapatkan benang dari berbagai jenis, seperti polyester dan katun.

Untuk setiap kodi sarung (sepuluh lembar sarung) dibutuhkan sekitar 6 kg benang yang dibeli dalam satuan bal (satu bal setara dengan 181,44 kg benang). Polyester dibeli Rp 35.000-Rp 40.000/kg, katun 20-S antara Rp 900.000 - Rp 1.000.000/bal. Dalam krisis ekonomi, harga bahan tersebut bisa naik 30 persen. Keuntungan yang mereka raih tidaklah terlalu besar. Paling banter 10-20 persen dari harga pokok produksi (HPP).

Dengan meningkatnya produksi, kebutuhan akan benang otomatis terdongkrak, tetapi pengusaha tenun tidak pernah risau. Benang bisa juga diperoleh dari bahan sisa pabrik tenun modern. Bahan tak terpakai karena salah desain di pabrik tekstil besar, didaur-ulang pabrik tenun konvensional, harganya pun lebih murah 30-50 persen.

Bagian baju berbahan polyester "gagalan" itu didaur-ulang dengan mengolahnya menjadi lembaran-lembaran benang. Dari dua ton "gagalan" bisa dihasilkan satu ton benang polyester.

Tak mau kalah oleh produk sarung kelas atas, pengusaha tenun Majalaya suka memberi embel-embel pada produknya berupa cap yang mirip merek sarung papan atas yang lagi ngetren. Misalnya pada tahun 1970-an, ketika sarung cap "padi" lagi naik daun, Majalaya berusaha bonceng tenar dengan membuat cap "padi jaya" atau "padi mas". Ketika cap "gajah" sedang terkenal, mereka ikut-ikutan merancang label semisal cap "gajah mangga", "gajah duduk", atau "gajah jongkok".

Yang pasti dengan merek-merek boncengan itu, banyak warga masyarakat bisa berlebaran dengan gaya. Entah, apakah situasi itu juga berlaku di zaman krisis sekarang. (nasrullah nara)


Sumber :

Kompas, 9 Januari 1999 dalam :

http://www.seasite.niu.edu/Indonesian/Bacaan/Readings_Intermediate/Kompas/Kompas4/default.htm

Kabupaten Bandung Timur Dipastikan akan Dibentuk

Keinginan sebagian masyarakat Kabupaten Bandung yang berada di wilayah Timur untuk memisahkan diri dari Kabupaten Bandung, tampaknya akan segera terwujud. Hal ini tercermin dari kesepakatan di Panitia Musyawarah (Panmus) DPRD Kabupaten Bandung.

''Hasil panmus hari ini (Selasa,red) memutuskan untuk segera menyusun rancangan peraturan daerah (Raperda) Pembentukan Kabupaten Bandung Timur (KBT),''jelas juru bicara DPRD Kabupaten Bandung, Tubagus Raditya, Selasa (30/6).

Menurut Raditya, yang juga anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung ini, pembahasan raperda pembentukan KBT ditargetkan selesai sebelum masa jabatan anggota DPRD periode 2004-2009 berakhir. Menurut dia, dalam rapat ini, panmus telah memerintahkan kepada panitia khusus (Pansus) 8 untuk menuntaskan raperda ini dalam waktu secepatnya.

Sesuai agenda yang diberikan panmus, Pansus 8 ini memiliki batas waktu menyelesaikan raperda KBT hingga 27 juli mendatang. Selain mengerjakan raperda KBT, pansus 8 ini juga diperintahkan untuk melakukan inventarisasi aset Pemkab Bandung, termasuk seluruh aset yang diserahkan ke Kabupaten Bandung Barat.

Ditambahkan Raditya, keluarnya keputusan untuk menyelesaikan raperda KBT tidak terkait dengan kepentingan politik apapun. Menurut Raditya, keputusan panmus ini murni merupakan upaya Dewan untuk melanjutkan aspirasi dari masyarakat Bandung Timur. ''Dulu, masyarakat dari Bandung Timur pernah menyampaikan aspirasi untuk memmbentuk Kabupaten Bandung Timur ke Dewan,''jelas Raditya.

Dari data Dewan, kecamatan-kecamatan yang kemungkinan akan dimasukkan dalam Kabupaten Bandung Timur, adalah Kecamatan :

1. Cilengkrang,

2. Cimenyan,

3. Cileunyi,

4. Rancaekek,

5, Nagreg,

6. Solokan Jeruk,

7. Majalaya,

8. Ibun,

9. Paseh,

10.Pacet,

11. Kertasari, 

12. Arjasari, 

13. Bojongsoang.

Untuk menuntaskan pembahasan raperda ini, kata Raditya, pansus 8 akan secepatnya melakukan pembahasan dengan memanggil para tokoh dan elemen masyarakat di Bandung Timur yang mengusulkan pemekaran. Salah satu elemen yang waktu itu mengusulkan pemekaran Bandung Timur adalah Komunitas Bandung Timur (Kombat). rfa/kpo


Sumber :

http://koran.republika.co.id/berita/59351/Kabupaten_Bandung_Timur_Dipastikan_akan_Dibentuk

30 Juni 2009




Anggota Dewan Desak Pembentukan Kabupaten Bandung Timur

Puluhan anggota DPRD asal daerah pemilihan Bandung Timur menyepakati "Kesepakatan Yogyakarta" mendesak pembentukan Kab. Bandung Timur (KBT). Mereka menilai KBT sudah layak dibentuk karena wilayah Kab. Bandung masih terlampau luas.

Kesepakatan itu dibuat di atas kereta api (KA) saat kunjungan DPRD Kab. Bandung ke Yogyakarta minggu lalu. "Para anggota DPRD Kab. Bandung asal Bandung Timur sepakat untuk mempercepat pembentukan KBT karena selama ini merasa dimarjinalkan," kata juru bicara "Kesepakatan Yogyakarta", H. M. Matin dan H. Dadang Supriatna, di gedung DPRD Kab. Bandung, Jumat (16/4).

Selain Dadang Supriatna dan H. M. Matin, anggota DPRD Kab. Bandung dari Bandung Timur adalah Afendi, Hikmat Budiman, Arifin Sobari, Rizky Taufik, Aty Rosmiyati, Ati Wiati, Aep Saefullah, Tedi Julia Taufik, Lina Malestiani, Oot Ruhyat Gunadi, Sukarna, Rijal Perdana Kusumah, Cecep Suhendar, dan Arif Setiansah.

"Mereka sepakat untuk mendesak Pemkab Bandung agar menganggarkan penelitian perguruan tinggi tentang kelayakan KBT," kata Matin. (A-71/das)***


Sumber :

http://www.pikiran-rakyat.com/node/111351

16 April 2010

DPRD Kabupaten Bandung Bahas Kabupaten Bandung Timur

Panitia Khusus (Pansus) II DPRD Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin, membahas, dalam rapat dua tahap, rencana pembentukan daerah otonom baru Kabupaten Bandung Timur sebagai pemekaran dari Kabupaten Bandung.

Rapat pertama, kata Ketua Pansus II DPRD Kabupaten Bandung, Moch Ikhsan, akan berlangsung antara Dewan, birokrat, dan kelompok masyarakat, antara lain Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan para tokoh masyarakat Bandung Timur.

"Sekurang-kurangnya kami telah mengundang sekitar 60 orang untuk hadir dalam rapat ini, baik unsur LSM maupun tokoh masyarakat setempat," kata Ikhsan, sebelum memimpin rapat, di Soreang, Senin.

Rapat kedua, yang juga berlangsung di ruang rapat Paripurna DPRD Kabupaten Bandung, Soreang, lanjut Ikhasn, akan berlangsung bersama kepala desa dari 15 kecamatan yang akan memisahkan diri dari Kabupaten Bandung.

Ke-15 kecamatan yang akan masuk ke dalam daerah otonom baru tersebut, terdiri dari
Kecamatan :

1. Nagreg,
2. Cicalengka,
3. Rancaekek,
4. Cileunyi,
5. Cimenyan,
6. Cilengkrang,
7. Bojongsoang,
8. Majalaya,
9. Paseh,
10.Pacet,
11.Ciparay,
12.Solokan Jeruk,
13.Ibun,
14.Cikancung
15.Baleendah.

Ikhsan tidak menepis adanya sejumlah pendapat yang mengatakan, bahwa pemekaran Kabupaten Bandung tersebut ada kaitannya dengan kepentingan para elit politik Kabupaten Bandung.

"Itu kan pendapat, ya sah-sah saja, termasuk kepentingan lain di dalamnya, dan bagi saya bukan hanya untuk kepentingan politik saja melainkan banyak kepentingan lainnya, yang penting pemekaran berlangsung untuk kepentingan bersama," ujar Ikhsan.

Menurut dia, sebenarnya setiap ada pemekaran, khususnya pemekaran dari Kabupaten Bandung, yang banyak diuntungkan itu kelompok birokrat, karena birokrat berpangkat rendah setelah mereka bergabung dengan pemerintah daerah otonomi baru banyak yang naik pangkat.

"Lihat di Kabupaten Bandung Barat, banyak pejabat Kabupaten Bandung yang naik pangkat maupun jabatannya," ujarnya.

Pansus II DPRD Kabupaten Bandung, lanjut Ikhsan, dalam rencana pemekaran daerah ini hanya berperan sebagai mediator yang akan merekomendasikan rencana ini kepada birokrat, atas dasar masukan dari berbagai komponen masyarakat dan hasil kajian ilmiah para pakar berbagai bidang keilmuan.

"Selanjutnya, secara teknis masalah ini akan ditangani oleh birokrat mulai dari birokrat tingkat daerah hingga birokrat tingkat pusat, penanganan oleh Dewan hanya 20 persen sebagian besar sisanya oleh birokrat," katanya.


Sumber :
http://www.lebihcepat.com/nasional/34-berita-nasional/1614-dprd-kabupaten-bandung-bahas-kabupaten-bandung-timur.html
27 Juli 2009